AUTENTIKWOMAN.Com-Polisi berhasil menyita total 98 item barang bukti terkait kasus sindikat uang palsu yang beroperasi di kampus UIN Alauddin Makassar. Puluhan barang bukti itu bernilai ratusan triliun rupiah.
“Yang cukup menarik ada juga barang bukti yang nilainya triliun (rupiah),” ujar Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan Wibisono saat konferensi pers di Polres Gowa, Kamis, 19 Desember 2024.
Salah satu barang bukti utama adalah mesin pencetak uang palsu. Barang tersebut berasal dari China yang dibeli di Surabaya, Jawa Timur.
“Khusus untuk mesin cetaknya dibelinya di Surabaya, tapi barang dari China, nilainya Rp 600 juta harganya,” ujar Yudhiawan.
Selain itu, polisi juga menyita barang bukti berupa surat berharga negara (SBN) dan sertifikat deposit Bank Indonesia (BI). Kedua barang bukti ini bahkan bernilai ratusan triliun rupiah.
“Ada satu lembar kertas foto kopi sertifikat of deposit BI nilainya Rp 45 triliun. Juga ada kertas surat berharga negara (SBN) senilai Rp 700 triliun,” ujar Yudhiawan.
Tidak sampai di situ, polisi juga menyita ratusan lembar mata uang Vietnam (VND). Kemudian mata uang Korea Selatan (KRW).
“Ada mata uang Korea 1 lembar sebesar 5.000 Won, ada mata uang Vietnam sebanyak 111 lembar sebanyak 500 Dong,” ujarnya.
Tim penyidik juga menyita mata uang rupiah. Kata Yudhiawan, mata uang rupiah tersebut memiliki tahun emisi yang berbeda-beda.
“Mata uang rupiah emisi 2016 sebanyak 4.554 lembar, yaitu pecahan Rp 100 ribu, kemudian mata uang (rupiah) emisi 99 sebanyak 6 lembar Rp 100 ribu,” ujar Yudhiawan.
“Kemudian ada 234 lembar ini pecahan Rp 100 ribu dan belum terpotong, jadi ada yang bentuk lembaran nanti dipotong-potong,” sambungnya.
17 Tersangka
Total ada 17 tersangka kasus produksi dan peredaran uang palsu di UIN Alauddin Makassar. Selain melibatkan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar Andi Ibrahim, kasus ini juga melibatkan dua oknum ASN Pemprov Sulbar.
“Dari 17 tersangka, 2 di antaranya oknum dari bank BUMN Indonesia. Dia pokoknya masuk dalam perannya transaksi jual beli uang palsu. Dia juga gunakan, dia juga menjual, dia juga membeli,” kata Kapolres Gowa AKBP Rheonald T. Simanjuntak.
Selain itu, dua oknum karyawan bank BUMN juga termasuk dari 17 tersangka. Rheonald pun mengungkap peran kedua tersangka berinisial IR (37) dan AK (50) tersebut.
“Mata uang rupiah emisi 2016 sebanyak 4.554 lembar, yaitu pecahan Rp 100 ribu, kemudian mata uang (rupiah) emisi 99 sebanyak 6 lembar Rp 100 ribu,” kata Yudhiawan.
“Kemudian ada 234 lembar ini pecahan Rp 100 ribu dan belum terpotong, jadi ada yang bentuk lembaran nanti dipotong-potong,” tambahnya.
Namun dia memastikan perbuatan kedua tersangka tidak ada kaitannya dengan bank tempat mereka bekerja.
“Jadi kami tidak sebut banknya, karena tidak ada kaitannya. Transaksi ini di luar dari tempat mereka bekerja, jadi hanya statusnya saja,” ujarnya.
Dia mengatakan penyidik masih melakukan pengembangan terhadap kasus ini. Dia mengaku masih ada tiga pelaku lain yang masih buron.
“Ini masih ada 3 DPO (daftar pencarian orang) dan masih ada lagi yang akan berkembang selanjutnya, “ ungkap Reonald.
Atas perbuatannya, 17 tersangka dijerat Pasal 36 ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan pasal 37 ayat 1 dan 2 UU Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. Para pelaku terancam ancaman pidana paling lama 10 tahun hingga seumur hidup.

Aktivitas 2010
Kasus kriminal peredaran uang palsu di UIN Alauddin Makassar, diungkap Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) dimana rencana operasi percetakan dan peredaran uang palsu tersebut dimulai sejak 2010. Polisi masih melakukan pengembangan terkait perkara yang sudah menjerat 17 tersangka tersebut.
“Jadi kalau dari hasil interogasi yang pertama, pemeriksaan pertama, kita mulai dari awal ya, timeline pembuatan dan peredaran uang palsu ini dimulai dari Juni 2010, udah lama ini,” ujar Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan saat konferensi pers di Mapolres Gowa.
Yudhiawan tidak menjelaskan aktivitas perencanaan uang palsu yang dimaksud setelah 2010. Dia juga tidak merinci peran tersangka yang terlibat selama periode waktu perencanaan operasi uang palsu dilakukan.
“Sampai dengan Juni 2022 kembali lagi untuk merencanakan, kemudian Juli 2022 merencanakan lagi pembuatan dan mempelajari lagi. Jadi kalau dilihat dari sekarang, perencanaan pembuatan ini dimulai dari 2022. Kalau 2010 ini masih tahap pengenalan,” bebernya.
Pada Oktober 2022, mesin cetak uang palsu dan pemesan kertas untuk uang palsu dimulai. Produksi uang palsu baru dimulai pada tahun ini dengan komunikasi dilakukan para tersangka lewat grup WhatsApp (WA).
“Kemudian 2024 kemarin bulan Mei sudah mulai produksi, kemudian sekitar Juni ini sudah ketemu di antara mereka dan juga ada saling bekerja sama di antara mereka juga bagaimana nanti proses pembuatan dan diviralkan melalui grup WA. Jadi ditawar-tawarkan di grup,” kata Yudhiawan.
Pada September 2024, mesin cetak uang palsu diangkut di dalam kampus UIN Alauddin Makassar di Kabupaten Gowa. Mesin cetak dimaksukkan ke dalam kampus atas keterlibatan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar Andi Ibrahim (AI).
“Sekitar bulan September 2024, ini berkomunikasi dengan AI untuk mengangkut peralatan untuk kemudian mulai membuat uang palsu di TKP 2 (dalam kampus UIN),” tuturnya.
“Minggu kedua November 2024 ini udah mulai peredaran uang palsu senilai Rp 150 juta, nilai nominal di situ. Kemudian ada juga menyerahkan uang palsu Rp 250 juta” ujar Yudhiawan.
“Yang terakhir sebelum ditangkap kemarin menyerahkan uang palsu Rp 200 juta dan menyembunyikan aktivitas. Karena mereka sempat tahu kalau polisi melakukan penyelidikan,” sambung dia.

Untuk informasi, modus Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar Andi Ibrahim menyelundupkan mesin cetak uang palsu ke UIN Makassar diceritakan polisi. Awal mula mulusnya mesin cetak senilai Rp 600 juta diselundupkan ke gedung Perpustakaan UIN Alauddin Makassar tak terlepas dari peran Andi Ibrahim alias AI.
Kapolres Gowa AKBP Rheonald T. Simanjuntak mengatakan uang palsu awalnya diproduksi oleh tersangka berinisial AS di Kota Makassar. Menurut dia, proses pencetakan uang palsu ini masih menggunakan mesin cetak berukuran kecil.
“Atas nama AS, itu di Jalan Sunu, Makassar, karena sudah mulai membutuhkan jumlah yang lebih besar maka mereka memesan alat yang lebih besar senilai Rp 600 juta mereka beli di Surabaya namun alat itu dipesan dari China,” ujar AKBP Rheonald saat konferensi pers di Polres Gowa.
Saat tiba di Makassar, mesin cetak itu kemudian dibawa ke dalam kampus UIN Alauddin Makassar. Rheonald mengungkap peran kunci Kepala Perpustakaan Andi Ibrahim dalam proses penyelundupan mesin cetak itu ke dalam kampus.
“Alat itu dimasukkan salah satu tersangka, inisial AI, itu ke dalam salah satu kampus di Gowa, yaitu menggunakan salah satu gedung, yaitu perpustakaan dan itu di malam hari,” ujar AKBP Rheonald.
Menurut Rheonald, mesin cetak tersebut memang memiliki ukuran yang besar. Selain itu, mesin cetak itu juga sangat berat.
“Dan itu coba kami rekonstruksikan kemarin, dengan 25 personel Polri mengangkat alat itu tidak mampu, jadi menggunakan forklift alat itu masuknya. Masuk dengan forklift, setelah itu didorong yang ada rodanya, yang tadi rodanya 6 sekarang sisa 4, saking beratnya mesin tersebut. Itulah September 2024, TKP 2 mulai dilaksanakan tindak pidana tersebut,” pungkasnya.