SERDADU REPUBLIK TENTARA PANCASILA

OPINI1116 Views

Dulu, ya dulu sekali saya dimarahi senior gegara menulis artikel, “Triple i (UI, HMI, TNI) Penghancur Republik.” Padahal salah satu isinya tesis keren: Tak ada negara tanpa tentara. Tak ada republik tanpa serdadu. Dus, tentara dan serdadu menjadi unsur maha penting bagi tegak dan berdaulatnya negara proklamasi ini.

Dari sinilah kisah kedaulatan negeri dimulai. Ini jadi penting dikemukakan karena pada hari TNI, kita layak menyajikan kembali gagasan besar serdadu republik dan tentara pancasila agar kecerdasan bernegara tak limbo: terterjang arus besar pasar pemroduk ketimpangan dan pengemis yang merajalela.

Kita tahu, sejarah genealogi Tentara Nasional Indonesia (TNI) berasal dari lima madzab: faksi islam, faksi komunis, faksi pencari kerja, faksi KNIL (tentara bentukan penjajah Belanda) dan faksi PETA (tentara bentukan penjajah Jepang).

Sejarah memang akhirnya memihak faksi KNIL makin berkuasa di republik. Itu yang menyebabkan tiap ada konflik rakyat melawan negara dan pengusaha, tentara kita membela negara dan penguasa-pengusaha. Kita tak lagi punya tentara rakyat. Kita tak lagi memiliki serdadu masyarakat.

Terlebih, di umur yang tak lagi remaja, tatangan serdadu dan tentara di zaman modern makin komplek. Maka, merefleksikan dan memproyeksikan tentara republik dan serdadu pancasila menjadi keniscayaan.

Agar mudah, mari kita gunakan pikiran dan warisan Jenderal AH Nasution. Hal ini karena warisan tapak sejarahnya yang luar biasa. Ia adalah satu dari tiga jenderal besar dan politikus jenius Indonesia. Ia bertugas di militer selama revolusi nasional Indonesia dan tetap di militer selama gejolak berikutnya dari demokrasi Parlementer ke Demokrasi Terpimpin. Lalu, ia menjadi kreator kembali ke Konstitusi Asli sebagai cara bernegara pancasila.

Setelah jatuhnya Presiden Soekarno dari kekuasaan, ia menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), saat bersamaan presidennya Soeharto. Lahir dari keluarga Batak Mandailing, di desa Hutapungkut, ia belajar dan mendaftar di akademi militer di Bandung. Sekolah yang nanti membentuk karakternya yang patriotik, idealistik dan konsensualis.

Pikiran utama AH Nasution adalah gerilya. Nasution menyadari bahwa persenjataan TNI dan strategi konvensional tidak akan mampu menghadapi penjajah yang serakah sehingga diperlukan adanya kantong-kantong gerilya. Maka dari itu, dibentuklah daerah pertahanan (wehrkreise) untuk menghadapi tentara penjajah yang lebih lengkap persenjataannya. Dengan cara hit and run serta tahu seluk beluk teritorial, gerilya akan efektif memenangkan perang.

Kedua, AH Nasution berpikir dan menulis bahwa tingkat pengabdian tertinggi serdadu adalah pada kebenaran yang bersumber dari Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka, bagi Nasution, “hanya pengkhianat yang tidak mengikuti dan melanjutkan perjuangan pahlawan yang syahid demi negara dan rakyatnya. Sebaliknya, mereka biasanya akan menghancurkan negara sehingga layak disebut perusak dan penjahat.”

Ketiga, AH Nasution selalu mengulang tesis keren yaitu, “TNI harus menjaga dan mempertahankan keluhuran, kehormatan serta martabat bangsa dan negara bukan karena nafsu kebendaan melainkan didorong oleh keinsyafan jiwanya dalam mengabdi kepada ibu pertiwi.” Tentu bukan serdadu membela yang bayar, tetapi bersama yang benar.

Keempat, AH Nasution menegaskan bahwa mental serdadu kita itu republiken. Dus, “dalam tubuh TNI diintegrasikan sifat keprajuritan, kenasionalan, kerakyatan dan kerevolusioneran. Darinya terbentuk watak TNI bahwa mereka bukan prajurit sewaan. Mereka manusia yang terpanggil demi republik, dari republik dan untuk republik.”

Kelima, AH Nasution menghimbau agar pimpinan serdadu memahami teori dan isu geoekonomi. Ya, geoekonomi adalah kajian aspek ruang, waktu, dan politik dalam ekonomi dan sumber daya. Geoekonomi juga dapat diartikan sebagai penggunaan ekonomi untuk tujuan geopolitik, dengan lebih menekankan pada implementasi kebijakan. Dengan memahami ini serdadu akan siap jika terjadi perang modern, seperti perang dagang dan perang asimetrik.

Singkatnya, sebagai pilar utama berbangsa dan bernegara, serdadu harus melahirkan agen-agen kepemimpinan inklusif jenius, yang membebaskan, memajukan, memuliakan keadilan dan persaudaraan demi tumpah darah daratan, air dan udara serta seluruh penghuninya. Mereka disebut Tentara Pancasila. Tentara Indonesia yang patriotik. Tentara bermental semesta.

Tentu saja, ini semua merupakan kumpulan mentalitas dan karakter yang harus dikurikulumkan kembali saat kita lupa dan berkubang dosa: kalah dilindas oligarki dunia yang rakus. Inilah jenis kepemimpinan tentara yang lapang dan toleran serta memberi semangat jihad dalam seluruh ultima berwarga, bernegara, berbangsa, dan bersemesta. Dirgahayu TNI. Maju dan berdaulatlah penuh. Jaga kami sebagaimana kami akan jaga kalian.

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *