Merugikan Negara US$81 Juta hingga Penipuan, Kini Malah Jadi Orang Terkaya di Indonesia 2025 Versi Forbes

News1089 Views

AUTENTIKWOMAN.Com– Forbes kembali merilis daftar orang terkaya di Indonesia per Rabu, 24 September 2025. Nama-nama konglomerat lama masih mendominasi, dengan kekayaan fantastis yang terus mencuri perhatian publik.

Di urutan pertama ada Prajogo Pangestu, konglomerat pemilik Barito Group, yang tercatat memiliki kekayaan sebesar US$38,7 miliar atau setara Rp604,57 triliun. Kekayaannya mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa tahun terakhir seiring ekspansi bisnis energi terbarukan dan petrokimia.

Posisi kedua ditempati oleh pengusaha batu bara dan energi, Low Tuck Kwong, dengan total kekayaan mencapai US$25,1 miliar atau Rp392,11 triliun. Nama Low Tuck Kwong terus menguat di sektor energi dan infrastruktur.

Di urutan ketiga dan keempat ada duo kakak-beradik pemilik Djarum Group sekaligus investor di Bank Central Asia (BCA), yakni Robert Budi Hartono dengan US$20,1 miliar (Rp314,0 triliun) dan Michael Hartono dengan US$19,3 miliar (Rp301,5 triliun). Keduanya tetap konsisten sebagai pengusaha paling berpengaruh di Indonesia.

Sementara itu, Otto Toto Sugiri, pendiri perusahaan teknologi DCI Indonesia, menduduki posisi kelima dengan kekayaan US$13,1 miliar atau Rp204,65 triliun.

Di posisi keenam ada Tahir dan keluarga, pemilik Mayapada Group, dengan total kekayaan US$10,4 miliar (Rp162,47 triliun). Disusul oleh Marina Budiman, salah satu tokoh perempuan terkaya di Indonesia sekaligus pemimpin di sektor data center, dengan kekayaan US$9,5 miliar atau Rp148,41 triliun.

Peringkat kedelapan ditempati oleh Sri Prakash Lohia, bos Indorama Corporation, dengan kekayaan US$8,8 miliar (Rp137,47 triliun).

Selanjutnya, Mochtar Riady dan keluarga, pendiri Lippo Group, berada di posisi kesembilan dengan kekayaan US$6,5 miliar atau Rp101,54 triliun.

Menutup daftar 10 besar, ada nama Han Arming Hanafia, yang tercatat memiliki kekayaan US$6,2 miliar (Rp96,86 triliun).

Sebagai informasi, dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia per Desember 2024 dari Forbes, terlihat bahwa Hartono bersaudara kembali mengokohkan posisinya sebagai orang paling kaya nomor 1 di Indonesia, dengan total kekayaan bersih senilai US$50,3 miliar atau Rp813,4 triliun.

Sebagian besar orang mungkin sudah tahu, Hartono bersaudara merupakan pemilik Djarum Group, salah satu perusahaan konglomerat terbesar di Indonesia.

Sementara itu, orang terkaya kedua di Indonesia berada di tangan Prajogo Pangestu dengan total kekayaan US$32,5 miliar atau sekitar Rp525,56 triliun.

Nama Prajogo Pangestu mungkin tidak seterkenal Hartono bersaudara. Hal ini membuat sebagian besar orang awam bertanya-tanya, apa bisnis yang dimiliki Prajogo Pangestu hingga membuatnya berhasil menjadi orang terkaya nomor 2 di Indonesia?

sumber : https://youtube.com/shorts/fTyymZrfHNc?si=lvWwBVT5xKIa35u8

Ā Mengenal sosok Prajogo Pangestu

Prajogo Pangestu merupakan pria kelahiran Bengkayang, Kalimantan Barat, pada 13 Mei 1944. Ia memiliki nama asli Phang Djoen Phen dan merupakan keturunan Hakka, salah satu kelompok etnis Tionghoa Han di Tiongkok.

Prajogo Pangestu terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Bahkan, ia hanya mampu mengenyam pendidikan sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena keterbatasan ekonomi keluarganya.

Namun, hal tersebut tidak mengecilkan semangat juangnya. Prajogo mulai mengadu nasib dengan bekerja sebagai supir angkutan umum jurusan Singkawang-Pontianak. Selain itu, ia juga membuka usaha kecil-kecilan dengan menjual bumbu dapur serta ikan asin.

Di tengah-tengah kesibukannya, Prajogo kemudian bertemu dengan seorang pengusaha kayu asal Malaysia, yakni Burhan Uray.

Kemudian, pada tahun 1969, Prajogo bergabung dengan perusahaan milik Burhan Uray, yaitu PT Djajanti Group.

Kariernya di sana terus berkembang pesat hingga ia dipercaya menjadi General Manager pada pabrik Plywood Nusantara, salah satu anak usaha Djajanti Group.

Setahun setelah menjabat sebagai GM Plywood Nusantara, Prajogo memutuskan untuk resign dan membangun bisnisnya sendiri.

Kala itu, dia meminjam dana dari bank untuk membeli perusahaan kayu yang mengalami krisis finansial, yaitu CV Pacific Lumber Coy.

Di tangan Prajogo, CV Pacific Lumber Coy akhirnya mulai membaik. Kemudian, perusahaan tersebut berubah nama menjadi PT Barito Pacific Timber yang sukses menjadi salah satu perusahaan kayu terbesar di Indonesia di era orde baru.

Gurita bisnis

Bisnis Prajogo Pangestu bergerak di sektor industri kayu di bawah naungan perusahaan Barito Pacific, industri petrokimia di bawah PT Chandra Asri , hingga batu bara di bawah PT Petrindo Jaya Kreasi.

Berikut uraian lengkapnya:

1. Barito Pacific

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, Barito Pacific Timber menjadi perusahaan pertama yang dimiliki oleh Prajogo Pangestu. Perusahaan ini sebetulnya bergerak di industri kayu Indonesia.

Pada tahun 1993, Barito Pacific Timber juga sukses melakukan go public sehingga sahamnya bisa dimiliki oleh masyarakat umum.

Kemudian, pada tahun 2007, Barito Pacific Timber resmi mengganti namanya menjadi Barito Pacific setelah mengurangi bisnisnya di industri kayu.

Masih di tahun yang sama, Barito Pacific kemudian mengakuisisi 70 persen PT Chandra Asri Petrochemical, yaitu perusahaan yang bergerak di sektor petrokimia.

2. Chandra Asri

Chandra Asri semakin memperkuat posisinya sebagai perusahaan petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia dengan bergabung bersama Tri Polyta Indonesia, pada tahun 2011.

Perusahaan ini memproduksi berbagai bahan manufaktur petrokimia, seperti etilena, pygas, probilena, dan polipropilena, yang dibutuhkan dalam pemrosesan minyak bumi serta gas alam.

3. Petrindo Jaya Kreasi

Pantas saja Prajogo Pangestu memiliki kekayaan sampai ratusan triliun rupiah. Bisnisnya sendiri kebanyakan bergerak di sektor energi yang bisa meraup keuntungan fantastis.

Adapun perusahaan milik Prajogo Pangestu yang bergerak di sektor energi ini adalah PT Petrindo Jaya Kreasi.

PT Petrindo Jaya Kreasi sendiri berperan sebagai induk perusahaan dan memiliki beberapa anak usaha yang memegang konsesi (izin untuk mengelola sumber daya alam) pertambangan batu bara di Kalimantan serta pertambangan emas di Nusa Tenggara Barat.

4. Star Energy Geothermal

Pada Maret 2022, Prajogo Pangestu melalui Green Era Pte Ltd membeli sebesar 33,33 persen saham Star Energy Group Holding dari BCPG Thailand. Nilai akuisisi perusahaan ini diketahui mencapai US$440 juta atau sekitar Rp7,1 miliar.

Sebagai informasi, Star Energy sendiri merupakan produsen energi panas bumi yang mengelola serta mengoperasikan pembangkit listrik tenaga panas bumi di Indonesia.

Perusahaan ini juga mengelola lapangan uap untuk pembangkit listrik yang memiliki kapasitas bruto sebesar 875 MV.

Prajogo Pangestu ā€˜Perambah Hutan’ menerima Ā tanda kehormatan Jasa Utama dari Presiden Joko Widodo, pada Kamis, 15 Agustus 2019. (Foto: CNBC Indonesia).

Deretan kasus

Telah lama menjadi orang konglomerat, Prajogo Pangestu ternyata sempat terseret beberapa kasus besar di Indonesia. Berikut adalah daftar kasusnya:

1. Kasus Proyek Hutan Tanaman Industri

Prajogo Pangestu sempat terseret dalam kasus penyalahgunaan dana reboisasi hutan tanaman industri (HTI) melalui perusahaan yang dimilikinya, yaitu PT Musi Hutan Persada (MHP), pada tahun 2003.

Diketahui, PT MHP melakukan mark-up nilai proyek HTI menjadi 195 ribu hektare dan telah merugikan keuangan negara sekitar Rp331 miliar.

2. Kasus Penyalahgunaan Pinjaman Dana Badan Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)

Penyalahgunaan pinjaman dana Badan Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) juga menjadi salah satu kasus besar yang pernah menyeret nama Prajogo Pangestu pada 2001.

Dulu, Prajogo ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi BPUI yang telah merugikan negara sebesar US$81 juta.

Hal ini berkaitan dengan kegiatan pengambilalihan utang Barito Pasifik kepada tiga bank pemerintah yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Usaha Indonesia.

3. Kasus Penipuan Henry Pribadi

Prajogo Pangestu juga pernah ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan oleh Markas Besar Polri pada tahun 2006.

Kasus ini berawal dari Henry Pribadi dan beberapa pemegang saham PT Chandra Asri yang menjual saham mereka kepada Prajogo delapan tahun sebelumnya.

Kala itu, Henry dan pemegang saham lainnya menjual saham Chandra Asri senilai Rp1.000 per lembar asalkan Prajogo mau menanggung utang kepada negara senilai US$870 juta.

Saat kondisi Chandra Asri sudah membaik, Henry berencana untuk membeli kembali sahamnya, mengingat hal tersebut juga telah diatur dalam perjanjian jual-beli.

Namun, keinginan tersebut ditolak oleh Prajogo. Alhasil, Henry melaporkan Prajogo kepada pihak polisi karena dianggap telah melakukan penipuan.

(Disarikan dari berbagai sumber)

.

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *