2 Desa di Bogor Dilelang Jadi Jaminan Utang Bank, Dedi Mulyadi: “Itu, kan, karena kasus BLBI. Besok saya ke sana”.

News146 Views

AUTENTIKWOMAN.Com– Kasus desa dilelang itu mendapatkan perhatian dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Bahkan Dedi Mulyadi akan pergi ke Bogor untuk turun tangan mengatasi masalah desa yang terancam disita negara karena menjadi jaminan utang ke bank tersebut.

Dedi mengatakan bahwa terdapat tanah adat seluas 800 hektare di Desa Sukaharja yang berbatasan langsung dengan Desa Sukawangi. Lahan tersebut termasuk ke dalam aset sitaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan kini sedang diproses untuk dilelang.

“Itu, kan, karena kasus BLBI. Besok saya ke sana. Pokoknya kan itu aset desa, aset masyarakat, nanti saya akan bicarakan dengan pihak perbankannya. Berarti kan ada prosedur yang salah dalam memberikan jaminan,” ujar Dedi, Selasa lalu,  dikutip dari TribunJabar.id.

Dedi menuturkan, aset desa itu sebenarnya terdatanya di desa dan semua kewenangannya adalah kewenangan bupati/wali kota.

“Minggu depan saya akan meminta pada desa untuk segera meng-update data tentang aset karena kan banyak aset itu tidak memiliki sertifikat, kan hampir semua umum. Pemerintah ini aset-asetnya tidak terdata dengan baik,” kata Dedi.

Menurutnya, kasus ini menjadi pelajaran yang baik.

“Kalau memang itu ternyata aset itu tiba-tiba menjadi aset jaminan bank, saya akan menyiapkan pengacara untuk menggugat,” ucap Dedi.

Kantor Desa Sukamulya (kiri) dan Desa Sukaharja (kanan), di Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. (TribunnewsBogor.com)

Sejak Maret 2025, warga Desa Sukawangi, Kabupaten Bogor, resah dengan kehadiran petugas Ditjen Gakkum Kementerian Kehutanan yang menempelkan stiker peringatan di sejumlah bangunan tanpa penjelasan detail.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDesa) Jawa Barat, Ade Afriandi, meluruskan kabar tersebut. Ia menegaskan, desa yang akan dilelang bukan Sukawangi, melainkan Sukaharja dan Sukamulya di Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor.

Ade menjelaskan, persoalan ini bermula dari sengketa lahan sitaan BLBI yang terkait dengan terpidana Lee Darmawan K.H alias Lee Chin Kiat.

Berdasarkan arsip Desa Sukaharja, pada 1983 Lee Darmawan, selaku Direktur PT Bank Perkembangan Asia, memberikan pinjaman Rp 850 juta kepada PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu. Pinjaman tersebut dijaminkan dengan tanah adat 406 hektare di Desa Sukaharja, yang berbatasan dengan Desa Sukawangi.

“Tahun 1991, terdapat Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara No. 1622 K/PID/1991, turunan dari Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam No. 56Pid/B/1990/PN.JKT.BAR tentang Pidana Korupsi Tersangka Lee Darmawan KH alias Lee Chin Kiat, dan menyita lahan agunan PT. Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu, tetapi luas tanah yg disita bertambah semula 406 Ha menjadi 445 Ha,” jelas Ade.

Tiga tahun berselang, eksekusi dilakukan oleh Satgas Gabungan BI dan Kejagung. Hasil verifikasi hanya menemukan sekitar 80 hektare karena warga setempat tidak pernah benar-benar menjual tanahnya.

“Warga baru menerima tanda jadi, sementara nama penjual pun tidak dikenal,” katanya.

Namun pada 2019 hingga 2022, Satgas BLBI bersama BPN kembali mengeklaim 445 hektare tanah sitaan Lee Darmawan. Semua proses pemindahan hak atas tanah, sertifikasi hasil jual beli, hingga pajak bumi dan bangunan diblokir.

“Tanpa mengindahkan hasil verifikasi tahun 1994 yang dilaporkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta,” ucapnya.

Keresahan juga dirasakan warga Desa Sukamulya. Satiri, warga Kampung Pamidangan, menyebut ada 11 rumah di wilayahnya masuk dalam lahan sitaan. Padahal, kata dia, tanah itu diwarisi turun-temurun.

“Warga tetap bertahan karena enggak pernah menjual tanah,” ujar Satiri, Senin, 22 September 2025.

Dia mengaku, warga kini tidak bisa mengurus sertifikat tanah sejak 2021 karena status lahan terblokir. Bahkan, pernah ada pihak yang datang memperingatkan agar tidak membangun rumah permanen.

“Ada yang ke sini malah disuruh jangan bikin rumah permanen nanti bisa keseret, yang datang (orang) dari BI,” bebernya.

Hal serupa disampaikan Ketua RT 01 RW 07 Kampung Ciherang, Enjang Sobur. Menurutnya, lahan warganya berupa sawah dan kebun seluas lebih dari 5 hektare kini diklaim sebagai aset BLBI.

“Di wilayah saya yang diklaim BLBI itu persawahan sama perkebunan sekitar luasnya 5 hektar lebih,” kata Enjang.

Enjang menceritakan, warga memiliki atas hak berupa surat waris dan hibah, serta lahan tersebut dikelola turun-temurun.

“Dari dulu memang tanah warga dari turun-temurun dari nenek moyangnya, seperti waris, hibah, itu tidak pernah menjualbelikan warga,” tegasnya.

Dengan adanya klaim tersebut, warga semakin khawatir.

“Waktu kemarin pas pengukuran PTSL sudah ketahuan ada yang mengeklaim BLBI, sangat resah. Ada yang diklaim BLBI, tidak bisa dinaikkan ke PTSL. Nah, itu warga saya yang diklaim persawahan itu mengadu kepada saya,” ujar Enjang.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *