Terus Bergulir, Petisi Tolak Kenaikan PPN 12 Persen Capai Hampir 200.000 Tanda Tangan

News3407 Views

AUTENTIKWOMAN.Com-Gelombang penolakan terhadap rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen terus meluas di masyarakat. Sejumlah pihak menilai kebijakan ini berpotensi memperburuk beban ekonomi rakyat, yang hingga kini masih berjuang pulih dari berbagai tekanan. Tagar seperti #PajakMencekik dan #TolakKenaikanPPN pun ramai diperbincangkan di media sosial, menguatkan suara penolakan terhadap kebijakan tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah merencanakan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. Sebelumnya, pada 2022, PPN sudah dinaikkan dari 10 persen ke 11 persen.

Kenaikan bertahap ini menuai kritik tajam, terutama dari masyarakat yang merasa kebijakan tersebut semakin membebani kondisi ekonomi mereka. Salah satu bentuk respons publik atas kebijakan ini adalah munculnya petisi di Change.org berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” yang diinisiasi oleh kelompok Bareng Warga pada 19 November 2024.

Hingga 23 Desember 2024, petisi tersebut telah mengumpulkan 177.244 tanda tangan dari target 200.000. Dalam petisinya, Bareng Warga menuntut pemerintah untuk membatalkan rencana kenaikan pajak tersebut, dengan alasan bahwa kebijakan ini akan memperparah kesulitan ekonomi masyarakat.

“Kenaikan PPN akan berdampak pada naiknya harga kebutuhan pokok, mulai dari sabun mandi hingga bahan bakar minyak (BBM). Padahal, kondisi ekonomi masyarakat saat ini belum membaik,” tulis Bareng Warga dalam pernyataannya.

Kelompok ini juga menyoroti persoalan pengangguran, rendahnya upah pekerja, serta tingginya biaya hidup yang mencapai rata-rata Rp14 juta per bulan sebagai faktor yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah sebelum memberlakukan kebijakan semacam ini.

Menurut Bareng Warga, kenaikan PPN yang mendorong lonjakan harga barang akan semakin menekan daya beli masyarakat.

“Sejak Mei 2024, daya beli masyarakat sudah menurun. Jika PPN terus dipaksakan naik, daya beli tidak hanya merosot, tetapi akan jatuh drastis,” tegas mereka. Kelompok ini menambahkan, jika kenaikan PPN tetap diberlakukan, akan ada dampak serius, termasuk meningkatnya tunggakan pinjaman online yang dapat meluas ke berbagai sektor.

Petisi tersebut mencerminkan keresahan masyarakat akan kenaikan PPN menjadi 12 persen karena dinilai akan memperdalam kesulitan masyarakat.

Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik.

Bareng Warga, salah satu penggagas petisi, kenaikan tarif PPN 12 persen diperkirakan akan mendorong lonjakan harga barang dan jasa. Hal ini, menurut mereka, akan semakin menggerus daya beli masyarakat yang sudah terbebani oleh kondisi ekonomi saat ini.

“Kalau PPN terus dipaksakan naik, niscaya daya beli bukan lagi merosot, melainkan terjun bebas,” tulis Akun Bareng Warga, dikutip Minggu, 29 Desember 2024.

Atas dasar itu, Bareng warga meminta agar Pemerintah membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana,” tulisnya.

Hal yang sama juga muncul petisi berjudul “Tolak Kenaikan PPN Menjadi 12 persen” yang diinisiasi oleh Tommy Shelby. Petisi tersebut telah ditekan oleh 4.030 masyarakat.

Tommy Shelby, penggagas petisi tersebut menyampaikan, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen merupakan beban nyata bagi masyarakat, terutama kelas menengah. Padahal, kelas menengah saat ini merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.

“Mereka adalah konsumen utama, penggerak sektor UMKM, dan penyumbang besar dalam pajak penghasilan serta konsumsi domestik,” tulisnya.

Di samping itu, Dia juga menekankan kenaikan PPN menjadi 12 persen memperlihatkan ketergantungan pemerintah pada pajak sebagai sumber utama pendapatan negara, sementara pengelolaan sektor lain belum dimaksimalkan.

“Dengan PPN 11 persen saja, 82 persen APBN berasal dari pajak. Bukankah ini sinyal kuat bahwa diversifikasi pendapatan negara mendesak untuk dilakukan?,” tambahnya.

Kata dia, ketimbang menaikkan tarif pajak yang justru membebani masyarakat banyak. Dia menyarankan agar pemerintah fokus pada tiga aspek untuk mendorong penerimaan negara sebanyak-banyaknya.

Pertama, optimalisasi Sektor SDA dan Industri, dengan meningkatkan nilai tambah melalui hilirisasi dan pengelolaan transparan.

Kedua, dukungan bagi ekonomi kreatif dan digital, dengan meningkatkan inovasi dan pelaku usaha muda.

Ketiga, efisiensi belanja negara, dengan memangkas kebocoran anggaran dan alokasi yang kurang produktif.

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *