Ny. Sukonto Penggerak Kongres Perempuan Indonesia Keluar dari Zaman Kegelapan

Akhirnya, Pada Kongres Perempuan III 1939 di Bandung, ditetapkanlah tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu yang kemudian menjadi Hari Ibu Nasional di era pemerintahan Soekarno.

Inspirasi589 Views

AUTENTIKWOMAN.Com-Hampir di seluruh negara di dunia, Hari Ibu menjadi menjadi hari paling spesial diantara peringatan hari nasional lainnya. Hari ini, tepatnya 22 Desember di Indonesia menjadi momen penting untuk para ibu yang dirayakan setiap tahunnya.

Periangatan Hari Ibu Nasional, tentu tidak bisa dilepaskan dari sejarah Kongres Perempuan Indonesia I yang dihelat pada 22—25 Desember 1928 di Yogyakarta.

Dalam kongres tersebut, terdapat sederet tokoh perempuan yang datang dari berbagai organisasi di berbagai daerah yang turut memperjuangkan hak asasi perempuan.

Dibalik lahirnya Kongres Perempuan Indonesia I yang menjadi cikal bakal Peringatan Hari Ibu, tak lepas dari peranan sosok Ny. Sukonto.

Akhirnya, Pada Kongres Perempuan III 1939 di Bandung, ditetapkanlah tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu yang kemudian menjadi Hari Ibu Nasional di era pemerintahan Soekarno.

Ny. Sukonto semasa kecil memiliki nama Siti Aminah. Lahir di Klegen, Temanggung, Jawa Tengah pada 5 Agustus 1989. Semasa kecil Ny. Sukonto tidak mengikuti pendidikan di sekolah. Karena pada zaman itu masyarakat umum berpendapat bahwa anak perempuan cukup diberi pendidikan di rumah saja seperti mengaji, sembahyang, membaca Al-Qur’an dan juga baca tulis huruf Jawa. Ny. Sukonto mulai bisa menguasai baca tulis ketika dia menikah dengan Sukonto yang bekerja sebagai seorang dokter. Kemahirannya ini berkat dukungan dari suaminya serta kemauannya sendiri untuk bisa menuju perubahan.

Ketika Ny. Sukonto menetap di Yogyakarta, Ny Sukanto bergabung ke organisasi yang bernama Wanita Utomo. Organisasi ini didirikan oleh ibu-ibu rumah tangga yang hanya berkecimpung dalam urusan kesejahteraan wanita dan sosial.

Berkat keaktifannya dalam mengikuti kegiatan Wanito Utomo serta lancar berbicara, dia terpilih sebagai pimpinan organisasi Wanita Utomo yang membuatnya semakin bekerja keras untuk meningkatkan derajat kaum perempuan.

Suasana Kongres Perempuan I pada 22-25 Desember 1928. Kongres Perempuan menjadi cikal bakal adanya Peringatan Hari Ibu pada 22 Desember.

Penyelenggaraan Kongres Perempuan diadakan pada tanggal 22-25 Desember 1928 di Dalem Joyodipuran Yogyakarta. Dalam pidatonya, Ny. Sukonto berkata bahwa sudah saatnya kepentingan kaum putri zaman kegelapan harus diangkat. Kaum istri hendaklah jangan hanya dianggap baik pada saat di dapur saja, tetapi juga memumpuni untuk melakukan baca tulis.

Faktor pelaksanaan Kongres Perempuan ini dikarenakan keinginan para tokoh pergerakan perempuan untuk memperjuangkan kedudukan perempuan dalam bidang pendidikan, sosial dan kebudayaan.

Permasalahan yang dibahas pada saat Kongres Perempuan Indonesia 1 yaitu, mulai dari pendidikan perempuan, nasib anak yatim piatu dan janda, sampai perkawinan anak dan perkawinan paksa yang marak terjadi.

Sambutan dari Ny. Sukonto pada Kongres Perempuan yang ia pimpin telah berhasil sehingga menjadikan hal ini karya besar yang penuh nilai historis dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Dan peristiwa bersejarah ini diperingati sebagai Hari Ibu.

Sebagai bentuk penghargaan dan untuk mengenang jasa Ny. Sukonto. Museum Vredeburg Yogyakarta memiliki patung dada visual dari Ny. Sukonto yang tergabung dengan patung dada milik Ny. Suyatin Kartowijono dan Ny. Hajar Dewantara. Tiga patung yang menjadi satu ini dipajang di ruang Diorama 1 beserta minirama yang menggambarkan peristiwa pada saat Kongres Perempuan Indonesia 1 berlangsung.

Kongres Perempuan I ini menghasilkan sejumlah keputusan, diantaranya:

– Terbentukanya organisasi yang menjadi wadah pemufakatan dan musyawarah dari berbagai perkumpulan di Indonesia, yakni Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI).

– Menghasilkan empat mosi yang dikirim kepada pemerintah kolonial Belanda, yakni:

– Menuntut penambahan sekolah untuk anak perempuan.

– Perbaikan aturan dalam hal perkawinan.

– Perbaikan aturan untuk janda dan anak.

– Mencegah perkawinan anak.

Kongres Perempuan II

Pada tahun 1929, Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) berubah nama menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII).

Selanjutnya, pada 1935 digelar Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta yang dipimpin oleh Ny Sri Mangunsarkoro.

Beberapa hasil dari Kongres Perempuan II yakni:

-Membentuk Badan Perserikatan dengan nama Kongres Perempuan Indonesia dan mengadakan kongres setiap tiga tahun sekali.

-Memperhatikan masalah perburuhan perempuan dengan membentuk Badan Penyelidikan Perburuhan.

-Menggiatkan gerakan pemberantasan buta huruf melalui Badan Pemberantasan Buta Huruf (BPBH).

-Memutuskan akan menyelidiki sedalam-dalamnya kedudukan perempuan menurut hukum Islam dan berusaha memperbaiki kedudukan itu tanpa menyinggung aggama Islam.

-Mencanangkan kewajiban semua perempuan Indonesia untuk menjadi Ibu bangsa atau ibu dari rakyat dan terlibat dalam pembangunan kesadaran kebangsaan.

Kongres Perempuan III

Tiga tahun kemudian, pada 1938 Kongres Perempuan kembali digelar.

Dalam Kongres Perempuan III ini dibicarakan hak pilih dan dipilih bagi wanita di badan perwakilan.

Kemudian, disetujui rancangan Undang-undang tentang perkawinan modern. Di Kongres Perempuan III ini pula, ditetapkan tanggal Kongres Perempuan yang pertama, yakni 22 Desember, sebagai Hari Ibu.

Badan ini menjadi Kongres Wanita Indonesia atau KOWANI yang sampai saat ini terus berkiprah.

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *