AUTENTIKWOMAN.Com– Penyidik Kejaksaan Agung, Max Jefferson, mengungkap bahwa aktris Sandra Dewi membuka rekening atas nama asistennya, Ratih. Namun, rekening ini digunakan untuk kepentingan pribadi Sandra Dewi.
Hal ini diungkap Max saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang keberatan atas penyitaan aset milik Sandra Dewi yang dirampas negara karena dinilai terlibat dalam kasus korupsi tata niaga timah.
“Jadi, waktu itu Bu Sandra Dewi membuka rekening atas nama Ratih untuk dipakai oleh Bu Sandra Dewi. Ini berdasarkan keterangan Ratih di tahap penyidikan,” kata Max, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 24 Oktober 2025.
Dalam sidang hari ini, Max tidak menyebutkan kapan rekening ini dibuat dan berapa total transaksi yang dilakukan melalui rekening atas nama Ratih tersebut.
Namun, dia menyebut rekening atas nama Ratih digunakan sebagai transit uang dari Harvey Moeis untuk Sandra Dewi.
“Tapi, dalam pelaksanaan, bisa ada uang yang masuk ke Bu Sandra, bisa uang yang untuk kebutuhan Bu Sandra, tapi harus lewat Ratih. Kenapa enggak langsung Pak Harvey sendiri beli kebutuhan Bu Sandra? Kenapa harus lewat Ratih dulu?” ujar Max.
Max menambahkan, uang dari Harvey untuk Sandra ini digunakan untuk membeli aset dan barang-barang. Lalu, pada sidang 10 Oktober 2024, Sandra sempat memerintahkan Ratih untuk menarik seluruh uang dari rekeningnya. Penarikan uang ini dilakukan saat Harvey ditetapkan sebagai tersangka.
Sebagai informasi, kasasi Harvey diketahui telah ditolak oleh MA. Aset-aset milik Sandra Dewi juga tetap disita meski ada perjanjian pisah harta antara keduanya. Setidaknya, ada 88 tas mewah, rekening deposito senilai Rp33 miliar, beberapa mobil, hingga perhiasan yang disita.
Ketika dihadirkan dalam sidang di pengadilan tingkat pertama, Sandra menuturkan aset-aset ini didapatnya secara pribadi, melalui endorsement atau hasil kerja selama menjadi artis. Namun, aset-asetnya tetap disita untuk membayar uang pengganti senilai Rp420 miliar yang dijatuhkan pada Harvey.
Harvey dinilai bersama terpidana lainnya telah merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun. Rp271,06 triliun merupakan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, sementara Rp29 triliun merupakan kerugian keuangan negara.






