Jenderal AH Nasution Seorang Negarawan Bukan Politisi

News9898 Views

AUTENTIKWOMAN-COM-Aula Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKK UMJ) menjadi saksi dari diskusi intelektual bertajuk “Kelas Jenius Pemikiran Jenderal Besar AH Nasution tentang Kepemimpinan Indonesia dan National Security Council” pada Sabtu, 15 Februari 2025.

Acara ini diselenggarakan oleh Nusantara Centre (YMNK-Yayasan Membangun Nusantara Kita) bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Jakarta dan mendapat dukungan dari Yayasan Rabu Biru Indonesia.

Seminar ini dipandu oleh Prof. Yudhie Haryono dan M. Hatta Taliwang, menghadirkan sejumlah narasumber kompeten di bidangnya. Di antaranya, Prof. Dr. Laode Masihu Kamaluddin, M.Sc., M.Eng., selaku Rektor UICI; Marsma TNI Dr. B.D.O. Siagian, S.E., M.Si (Han) dari WANTANNAS; Dr. Mulyadi Opu Andi Tadampali, S.Sos., M.Si., akademisi dari UI; dan Mayjen TNI Assc. Prof. Dr. Budi Pramono, S.IP., M.M., M.A., GSC., CIQaR., CIQnR., MOS., MCE., CIMMR., staf ahli KSAD. Hadir pula Mayor Jenderal TNI (Purn.) Kivlan Zen, S.I.P., M.Si., yang berbagi pengalaman pribadi terkait sosok  Jenderal AH Nasution.

Negarawan sejati

Sebagai salah satu tokoh yang mengawal lahirnya Republik Indonesia, Jenderal Besar AH Nasution tidak sekadar dikenal sebagai seorang militer, tetapi juga seorang pemikir dengan visi strategis.

Prof. Laode Masihu Kamaluddin menegaskan bahwa Jenderal AH Nasution adalah seorang negarawan sejati, bukan politisi.

“Ideologi Pak Nas adalah pendidikan. Beliau berlatar belakang sebagai guru, mirip seperti Jenderal Soedirman,” ujar Prof. Laode.

Dia mengatakan pemikiran Jederal AH Nasution tentang kepemimpinan tidak hanya berorientasi pada kekuasaan, tetapi pada penguatan sumber daya manusia sebagai elemen utama pertahanan negara.

Menurutnya, pemikiran Jenderal AH Nasition tentang kepemimpinan dan keamanan nasional masih relevan hingga saat ini, terutama dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.

Marsma Oktav Siagian dalam pemaparannya menyoroti urgensi National Security Council (NSC) bagi Indonesia. Dia membandingkan luas wilayah Indonesia yang setara dengan 33 negara di Eropa tentunya menuntut pengelolaan keamanan nasional yang lebih sistematis.

“Bahkan negara kecil seperti Brunei Darussalam dan Timor Leste sudah memiliki NSC. Mengapa kita belum?,” tanyanya.

Siagian menuturkan pembentukan NSC akan membantu Indonesia merancang strategi keamanan yang lebih terstruktur, terutama dalam menghadapi tantangan geopolitik global dan ancaman domestik.

Dia berpendapat konsep pokok keamanan nasional merupakan pemikiran jenius Jenderal AH Nasution yaitu keamanan yang tidak saja melibatkan pertahanan militer, tetapi juga stabilitas politik, sosial ekonomi yang merupakan tanggung jawab semua komponen bangsa, agar mampu mengamankan diri dari serangan-serangan dari luar.

“Tentu saja kita mudah bersepakat dengan konsep jenius Pak Nas ini.”

Sementara, Mayor Jenderal (Purn.) Kivlan Zen turut berbagi pengalamannya saat berinteraksi langsung dengan Jenderal AH Nasution. Dia mengatakan bahwa Jenderal AH Nasution adalah seorang prajurit yang memegang teguh Sapta Marga.

“Pak Nas tidak tertarik pada politik ataupun kekuasaan. Fokusnya adalah bagaimana menjaga stabilitas negara dan mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa,” kata Kivlan.

Hal ini, lanjut dia, menunjukkan bahwa kepemimpinan Jenderal AH Nasution selalu berada dalam koridor profesionalisme militer yang bersih dari ambisi politik.

“Pak Nas adalah sosok prajurit TNI yang memegang teguh Sapta Marga. Beliau sama sekali tidak berminat berpolitik atau mengejar kekuasaan. Baginya, pengabdian kepada negara adalah yang utama,” ungkap Kivlan.

“Cerita ini mengingatkan kita bahwa integritas dan kesederhanaan adalah nilai-nilai yang harus dipegang oleh para pemimpin bangsa,” sambungnya.

Dwifungsi ABRI

Di sesi seminar kedua, Dr. Mulyadi Opu Andi Tadampali membahas lebih dalam soal Dwifungsi ABRI, sebuah konsep yang digagas oleh Jenderal AH Nasution dan kemudian diadopsi oleh Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

“Dwifungsi ABRI yang dijalankan oleh Pak Harto pada era Orde Baru sebenarnya adalah pemikiran jenius Pak Nas. Namun, konsep ini sering disalahpahami dengan Kekaryaan ABRI,” jelasnya.

Dia juga menarik benang merah antara kondisi politik, hukum, dan ekonomi Indonesia saat ini dengan masa ketika Nasution masih aktif di pemerintahan.

“Jika Pak Nas masih hidup, mungkin beliau akan melakukan tindakan seperti pada tahun 1952, ketika meluapkan ketidakpuasan terhadap parlemen,”ujarnya.

Kata dia, dalam catatan sejarah, pada tahun 1952, Jenderal AH Naution  sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada saat  itu memimpin demonstrasi di depan Istana Merdeka. Demonstrasi ini dilakukan untuk memprotes campur tangan sipil dalam urusan militer.

“Dalam aksi ini, moncong meriam diarahkan ke Istana Merdeka oleh Kemal Idris, salah satu panglima daerah di bawah komando Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) AH Nasution,” bebernya.

Pengabdian Seorang Prajurit

Seminar ditutup dengan pemaparan dari Mayjen TNI Budi Pramono yang menyoroti karakter optimis dan dedikasi tinggi Jenderal AH Nasution terhadap negara.

Dia mengutip salah satu pernyataan Jenderal AH Nasution yang menggambarkan prinsip hidupnya sebagai seorang prajurit.

“Tingkat pengabdian serdadu adalah pada kebenaran yang bersumber dari Ketuhanan Yang Maha Esa,” katanya.

Kepada AutentikWoman.com, Prof. Yudhie Haryono mengatakan seminar “Kelas Jenius Pemikiran Jenderal Besar AH Nasution tentang Kepemimpinan Indonesia dan National Security Council” tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga momentum bagi generasi muda untuk memahami lebih dalam pemikiran seorang tokoh yang perannya begitu besar dalam sejarah Indonesia.

“Dengan menggali kembali gagasan-gagasan Jenderal AH Nasution, diharapkan lahir pemimpin-pemimpin baru yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki integritas dan keteguhan dalam menjaga kedaulatan bangsa,” kata Yudhie.

Dia melanjutkan, di era tantangan global yang semakin kompleks, pemikiran tentang kepemimpinan, keamanan nasional, dan integritas menjadi hal yang penting untuk diwariskan kepada generasi muda kedepan.

“Kita berharap Nusantara Centre dan para mitra dapat terus menginspirasi generasi muda untuk mengenal dan meneladani nilai-nilai kepemimpinan yang diwariskan oleh para pendahulu bangsa melalui “Kelas Jenius” seperti ini,” pungkas Yudhie.

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *