AUTENTIKWOMAN.Com-Situasi politik, ekonomi, dan sosial bangsa hari ini semakin menunjukkan bahwa negara sedang berada di persimpangan sejarah.
“Mulai dari krisis ekonomi, cengkraman agensi neolib, kehancuran hukum, kuasa gelap di kabinet, amoralisme, sampai terbunuhnya rakyat kecil. Kita menyaksikan demokrasi hari ini telah direduksi menjadi sekadar prosedur elektoral tanpa substansi keadilan,” ujar CEO Nusantara Centre Yudhie Haryono kepada autentikwoman.com, di Cafe Toffe 2 No. 348, Pondok Cina, Beji, Margonda, Depok, pada Sabtu, 30 Agustus 2025.
Di sela-sela acara Diskusi Publik “RUU Perekonomian Nasional: 80 Tahun Indonesia Merdeka, Di Mana Kemerdekaan dan Kedaulatan Ekonomi?” yang digelar Nusantara Centre, Yudhie melanjutkan, oligarki menguasai ruang ekonomi dan politik, sementara negara yang seharusnya berdiri di atas Pancasila justru tunduk pada logika neoliberalisme.
“Kesenjangan melebar. Rakyat ditekan dengan pajak tinggi, harga kebutuhan pokok melambung, sementara kedaulatan bangsa dijual murah kepada kepentingan modal asing. Elite kekuasaan hanya asyik berjoget tanpa empati dan mengabaikan jeritan rakyat kecil,” ujarnya.
“Hari ini kita menyaksikan demokrasi telah direduksi menjadi sekadar prosedur elektoral tanpa substansi keadilan. Oligarki menguasai ruang ekonomi dan politik, sementara negara yang seharusnya berdiri di atas Pancasila justru tunduk pada logika neoliberalisme,” sambung Yudhie.
Tak hanya itu, katanya, rakyat ditekan dengan pajak tinggi, harga kebutuhan pokok melambung, sementara kedaulatan bangsa dijual murah kepada kepentingan modal asing.
Nusantara Centre menegaskan, bila Presiden RI Prabowo Subianto tidak segera mengambil langkah tegas, maka gelombang perlawanan rakyat akan makin besar dan tak terbendung. Rakyat tidak lagi membutuhkan janji, rakyat menuntut tindakan nyata.

Terkait hal itu, lanjut Yudhie, Nusantara Centre menyatakan Lima Sikap Rakyat Bersatu Menuntut Lima Perbaikan, sebagai berikut:
- Turut berbelasungkawa atas meninggalnya Affan Kurniawan, salah satu anak bangsa yang menjadi simbol nyata kegagalan negara dalam melindungi warganya. Peristiwa ini bukan sekadar duka, melainkan alarm keras bahwa kekuasaan telah gagal menjalankan amanat konstitusi.
- Menuntut Presiden Prabowo untuk segera memberantas praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang semakin telanjang terjadi di lingkaran kekuasaan. Rakyat sudah muak melihat elit memperkaya diri sendiri sementara kemiskinan dan pengangguran terus bertambah.
- Menuntut Presiden mencopot tim ekonomi (Menteri Keuangan, Menko Perekonomian, Menteri BUMN) yang terbukti gagal menghadirkan kesejahteraan rakyat. Mereka sibuk menjaga kepentingan investor asing dan konglomerat, menaikkan pajak, merugikan BUMN, sementara harga beras, listrik, dan BBM menghantam dapur rakyat. Demikian pula tim keamanan (Menkopolhukam, Panglima TNI, dan Kapolri) harus dievaluasi dan dicopot, karena gagal menciptakan rasa aman dan menjaga ketertiban. Ketika rakyat turun ke jalan, aparat justru menjadi alat represi, bukan pelindung rakyat.
- Menyerukan tokoh-tokoh Pancasilais di seluruh penjuru tanah air untuk bersatu meminta Presiden keluarkan Dekrit Kembali Ke Pancasila dan Konstitusi Asli. Sudah saatnya suara moral bersatu menjadi satu gelombang, menyuarakan hati nurani rakyat yang hari ini ditindas oleh kebijakan yang timpang dan aparat yang represif.
- Mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk membentuk posko-posko perjuangan di kampus, desa, kota, dan ruang-ruang publik, guna mendukung gerakan mahasiswa dan rakyat yang kini menjadi lokomotif perlawanan. Perjuangan ini bukan milik segelintir, tetapi milik semua anak bangsa yang mendambakan keadilan sosial dan kedaulatan rakyat.
Saatnya bersatu!
Saatnya rakyat bergerak!
Indonesia bukan milik oligarki, Indonesia milik kita semua!
Kami yang akan terus bersuara:
– Yudhie Haryono
– Agus Rizal
– Ryo Disastro
– Setiyo Wibowo
– Asy’ari Muchtar
– Yaya Sunaryo
– Irma Syuryani Harahap
– Yeyen Kiram
– Didik Irinto
– Faisal Wibowo
– Adi Sucipto
– Syani N Januar
– Naryana Indra P