Iran Berikan Penghargaan atas Dua Wanita Pendukung Palestina

News89 Views

AUTENTIKWOMAN.Com– Mahdia Esfandiari, seorang perempuan Iran dan profesor universitas yang tinggal di Prancis, ditangkap oleh polisi Prancis atas aktivitasnya dalam mendukung rakyat Palestina. Dia adalah seorang penerjemah dan profesor universitas yang tinggal di Lyon, Prancis, dan telah tinggal di kota itu selama hampir delapan tahun.

Esfandiari, yang telah dipenjara secara ilegal di penjara Prancis bernama “Fran” selama beberapa bulan, telah dibebaskan bersyarat dalam beberapa hari terakhir.

Wakil Presiden Urusan Perempuan dan Keluarga, Zahra Behrouz-Azar, mengunggah pesan di jejaring sosial X setelah pembebasan Mahdia Esfandiari.

Behrouz-Azar hari Jumat menulis, “Ibu Mahdia Esfandiari, kami sangat senang bahwa upaya dan negosiasi semua rekan kami telah membuahkan hasil dan persyaratan pembebasan Anda telah dipenuhi. Kami semua berterima kasih dan mendukung Anda, dan kami berterima kasih atas sikap Anda yang berani dan manusiawi dalam mendukung rakyat Palestina.”

Maryam Abu Daqqa Dianugerahi Pahlawan Kebebasan Pers Dunia

Sementara itu, Institut Pers Internasional (International Press Institute) menganugerahkan Penghargaan Pahlawan Kebebasan Pers Dunia kepada jurnalis Palestina yang gugur, Maryam Abu Daqqa, dalam sebuah upacara yang dihadiri lebih dari 600 jurnalis dari seluruh dunia.

Media Palestina melaporkan bahwa pada Konferensi Kebebasan Pers Dunia ke-75 Institut Pers Internasional, yang diselenggarakan di Wina pada hari Jumat, jurnalis Palestina Maryam Abu Daqqa dinobatkan sebagai salah satu dari tujuh pemenang Penghargaan Pahlawan Kebebasan Pers Dunia.

Penghargaan bergengsi ini, yang diberikan setiap tahun kepada jurnalis dari seluruh dunia, diberikan kepada Abu Daqa tahun ini sebagai pengakuan atas keberanian dan pengorbanannya dalam meliput realitas perang Gaza. Abu Daqa tewas dalam serangan udara Israel di sebuah rumah sakit di Gaza selatan pada 25 Agustus 2025.

Profil Maryam Abu Daqqa

Maryam Abu Daqqa merupakan jurnalis dan fotografer lepas Palestina. Dia meninggal dunia pada 25 Agustus lalu di usia yang masih sangat muda belum 35 tahun.

Maryam lahir dan besar di Khan Yunis. Ia merupakan lulusan jurnalistik Universitas Al-Aqsa dan mulai terjun ke dunia kewartawanan pada 2015.

Maryam bekerja sebagai wartawan foto independen untuk sejumlah media, antara lain The Associated Press dan Independent Arabia. Maryam bersama empat jurnalis lainnya menjadi korban serangan Israel di Rumah Sakit Al-Nasser di Khan Yunis pada 25 Agustus 2025.

Serangan itu terjadi dalam dua gelombang, dia menjadi korban pada kejadian kedua saat tim penyelamat dan sejumlah jurnalis bergegas ke lokasi serangan pertama.

Peristiwa serangan tersebut terekam kamera, memperlihatkan wartawan dan tim penyelamat di tangga yang terkena pengeboman langsung. Melalui foto dan video, Maryam telah mengabadikan kehidupan warga Palestina yang menghadapi tantangan besar selama invasi Israel berlangsung

Maryam bertugas untuk meliputi kehidupan sehari-hari warga Palestina yang terkepung, terutama anak-anak malnutrisi yang dirawat di Rumah Sakit Al-Nasser. Beberapa hari sebelum kematiannya, dia mendokumentasikan bangsal-bangsal tersebut untuk Associated Press (AP News).

Di media sosialnya, dia membagikan potongan-potongan dari kerja lapangan dan pesan untuk putranya dalam sebuah buku harian. Rekan-rekan kerjanya menggambarkan Maryam sebagai seorang profesional yang ulet, mampu “membawa kamera ke jantung lapangan” dan menjadi saksi yang jujur atas kehidupan pedih warga Palestina.

Maryam meninggalkan ayah dan anak laki-laki berusia 13 tahun, Ghaith, yang saat ini tinggal di Uni Emirat Arab. Maryam dikabarkan telah mendonorkan ginjalnya kepada sang ayah yang mengalami gagal ginjal sebelum perang di Jalur Gaza terjadi. Ibunya meninggal karena kanker dan kurangnya perawatan di Gaza empat bulan silam.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *