JAKARTA, AUTENTIKWOMAM.Com-Apakah Anda pernah membayangkan sebelumnya bahwa suatu saat di dunia ini akan bermunculan wabah virus baru yang mematikan? Virus-virus ini merupakan hasil rekayasa laboratrium manusia yang dibuat oleh Elite Global dalam upaya menguasai perekonomian dunia dengan membatasi populasi manusia di dunia.
Hasil dari rekayasa virus tersebut kemudian disebar di berbagai media-media massa dan organisasi-organisasi internasional secara sistematis sehingga menciptakan panik global seperti CNN, FOX, CNBC, GOOGLE, YOUTUBE, dan lain-lain. Semua milik Elite Global, begitu juga Lembaga-lembaga seperti WHO, PBB yang menistruksikan negara-negara di dunia untuk lockdown akibatnya ekonomi hancur, nilai mata uang anjlok, pasar modal hancur, perbankan stop salurkan kredit, ini adalah tujuan mereka.
Keuntungan Elite Global akibat lockdown dan lumpuhnya ekonomi dunia yakni, kasih utang negara (profit dari bunga), harga saham anjlok ( dapat memborong saham murah) dan Kredit bank macet ( menyita asset rakyat).
Ekonomi Dunia memang sengaja dibuat hancur, agar semua negara di dunia tidak mampu membayar utang. Nilai tukar akan hancur, seperti rupiah, dolar, euro real, semuanya dibikin hancur, kemudian mereka akan menawarkan solusi yaitu “Mata Uang Tunggal Dunia”
Kisah virus corona yang pernah melanda dunia dan menimbulkan kepanikan luar biasa, ternyata jauh sebelum virus corona masuk, sudah ada terlebih dahulu virus Mers di Timur Tengah , Ebola menyerang Afrika , SARS, Flu Spanyol dan masih banyak lagi virus lainnya yang mematikan. Di bagian negara Prancis, pernah ada suatu wabah misterius,“penderita”nya menari tiba-tiba tanpa alasan jelas. Mereka tidak bisa dihentikan dan terus menari sepanjang hari sampai sekarat lalu meninggal dunia!!
Kisah virus misterius ini bernama dancing plague (wabah menari) atau disebut juga sebagai dancing mania. Adalah sebuah wabah yang pernah terjadi di seluruh bagian Eropa Barat. Wabah ini menimpa penduduk Eropa dari abad ke-14 hingga ke-17, dan mulai muncul setelah mereka tertimpa wabah bubonic.
Seminggu sebelum festival Mary Magdalene dilaksanakan (23 Juli 1518), seorang wanita bernama Frau (Indonesia: nyonya) Troffea keluar dari rumahnya dan mulai menari di jalanan Strasbourg. Dia menari sepanjang hari dan baru berhenti ketika ia pingsan pada malam harinya.
Dikutip dari buku The Dance Manias of The Middle Ages, Frau Troffea tidur selama beberapa jam, kemudian bangun dan memulai tarian anehnya lagi. Pada hari ketiga, sepatunya basah oleh darah. Dia kelelahan, tetapi tidak bisa mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.
Para warga setempat menyaksikan kasus ini sampai, beberapa hari kemudian, Frau Troffea dibawa ke sebuah gereja untuk disembuhkan. Namun sayang, semuanya sudah terlambat.
Setelah kasus Frau Troffea, penduduk Strasbourg lain menari di jalanan. Menurut History, pada awalnya hanya tiga puluh orang yang menari, tetapi dengan cepat melesat menjadi lebih dari 400 orang. Mereka baru berhenti menari ketika kaki mereka lecet atau mati kelelahan.
Kasus ini tidak berhenti pada akhir bulan Juli 1518, karena pada bulan Agustus semakin banyak penduduk Strasbourg yang turun ke jalan-jalan dan mulai menari. Hal ini membuat mereka yang normal (tidak menari) menjadi ketakutan. Semakin lama, para “penari” semakin tampak seperti orang yang marah.
Pada saat itu, ada ratusan orang yang menari di jalanan sampai mereka berkeringat, berdarah, dan mengalami kelelahan yang luar biasa. Diperkirakan sebanyak 15 orang meninggal setiap hari akibat wabah ini. Akibat tarian yang tak ada ujungnya itu, para penari mulai pingsan karena kelelahan. Tak sedikit yang menari hingga meninggal lantaran terkena stroke dan serangan jantung saat menari.
Melansir dari buku Encyclopedia of the Black Death, wabah menari pernah terjadi di Jerman pada tahun 1300-an, tidak lama setelah wabah Maut Hitam. Pada saat itu, para pria dan wanita turun ke jalan dan menari-nari. Mereka akan melompat, mengeluarkan busa dari mulut, dan tampak seperti orang kesurupan.
Wabah “mania” ini menyebar dari satu orang ke orang lain. Beberapa korban bahkan diikat, di mana mereka akan pulih dalam waktu yang singkat hanya untuk menari lagi setelahnya. Para korban mengklaim bahwa selama menari mereka tidak tahu apa-apa tentang lingkungan sekitar mereka.
Mereka tidak mendengar apa-apa, tidak melihat apa-apa, tetapi dipaksa untuk terus bergerak, menjerit dan menari, sampai mereka pingsan karena kelelahan total.
Stres dan kelaparan
Beberapa teori yang dipercaya mengatakan wabah menari muncul karena wabah psikologis yang disebabkan oleh stres akibat penyakit dan kelaparan yang melanda daerah tersebut pada saat itu dan karena konsumsi jamur beracun yang menyebabkan halusinasi dan kejang. Salah satu penyebab wabah menari yang dipercayai secara umum adalah stres sosial.
Mengutip dari Encyclopædia Britannica, sejarawan Amerika, John Waller, membeberkan hal ini di beberapa makalahnya, menyebut kalau wabah menari adalah sebuah bentuk gangguan psikogenik massa yang dimana penyebabnya adalah stress, kelaparan dan kemiskinan.
Kasus Dancing Plague tidak menutup kemungkinan akan terjadi pada abad sekarang. Pasca Covid-19 telah membuka ruang raksasa meningkatnya angka stres, kelaparan dan kemiskinan akibat lumpuhnya ekonomi.
Lalu, adakah penyebab khusus yang telah mendasari wabah ini? Mungkinkah itu histeria massal atau virus? Sampai hari ini, tidak ada yang tahu apa yang menyebabkan wabah menari di Strasbourg dan di bagian Eropa Barat lainnya. Namun tetap saja, ada banyak spekulasi tentangnya.